Tuesday, 17 December 2013

“PENTINGNYA MEMILIKI NIAT UNTUK BERBUAT BAIK SETIAP HARI”



Allah The Lord of the heavens and the earth
The Creator, sustrainer, above giving birth
Allah is as He describes Himself with no additions
Beyond which we do not ponder nor put conditions
He is Allah, the most high who does not sleep
Nor does His creation take part in His Majesty
It is Allah alone who is worthy of worship
A statement of truth relevealed to the mushriks

Tauhid in Islamic  religion is the most central and the most essensial belief. Tauhid is a form of human commitment to Allah SWT as a focus among all respects, thankfulness and the only source of value. What Allah wants will be the value of human with tauhid. He will not accept directions and authority except from Allah. His commitment  to Allah is whole, total, positive and strong, involving love and service, obedience and submission and also a strong-willed heart to be in service to Allah, so Allah will bless us.



AQIDAH DAN TAUHID
Tauhid adalah aqidah. Aqidah adalah keyakinan.keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa. Mengapa keyakinan? Karena aqidah berarti ikatan yang kuat antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai Khaliq. Kemudian dalam masalah akidah ini, tauhid merupakan pembahasan utamanya. Tauhid dalam Islam merupakan ajaran pokok yang harus dipahami dan diamalkan oleh semua pemeluknya. Lebih dari itu, tauhid harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
            Seperti yang telah diketahui pengertian iman kepada Allah adalah “diikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkan semua rukunnya”. Orang yang beriman adalah orang yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Keimanan seseorang dapat diketahui dari berbagai amal ibadahnya, karena ketika mereka(orang-orang yang beriman) melaksanakan perintah Allah mereka hanya berniat untuk mencari ridho Allah.

JANGAN SALAH NIAT.
            Pada saat ini, kita dapat memperbaharui niat kita. Sejak saat ini juga, kita dapat berniat untuk menghabiskan waktu kita, menggunakan kesempatan kita, dan mengerahkan segenap kekuatan spiritual dan fisik kita untuk digunakan pada hal-hal yang jauh lebih berguna, penuh perhatian dan tulus
Kita bisa menilai setiap kesempatan dalam melaksanakan segala macam ibadah dengan penuh semangat. Kita bisa mengamati setiap kesempatan yang dapat menjadikan kita mendapatkan ridha Allah dan berlomba untuk melakukan amal saleh.
Kita bisa mengalami kemajuan dalam rangka mendapatkan ridha Allah jika tidak memiliki pemikiran seperti "Saya sudah membuat perbuatan yang baik, dan ini sudah cukup untuk hari ini," atau "Dibandingkan dengan orang lain di sekitar saya, saya sudah melakukan banyak usaha yang lebih besar, dan saya lebih baik dari mereka,.
Orang beriman Berniat untuk Hidup dengan Nilai Moral Yang Diajarkan oleh Allah dalam Al Qur'an dengan Cara Terbaik selama 24 Jam Sehari.
Orang beriman mengalami efek positif dari "memperbaharui niatnya" setiap hari. Tujuan seorang beriman yang memiliki sikap moral seperti ini (selalu memperbaharui niat) adalah agar menjadi salah seorang diantara "para hamba yang paling dicintai Allah." Untuk alasan seperti ini, saat dia bisa sepenuhnya mengadopsi sikap moralitas ini, ia sekali lagi berkeinginan untuk menjadi lebih tulus, lebih sensitif terhadap ridha Allah, dan lebih teliti, hal ini akan memperdalam moralitasnya dan bahkan lebih.
Hal ini berlanjut hingga akhir hidupnya, ia tidak pernah merasa bahwa usaha dan perbuatannya yang baik ini sudah mencukupi. Akibatnya, iman, moralitas, kepribadian dan sikapnya,  mengalami kemajuan terus menerus dan pada akhirnya mencapai kesempurnaan.
Dan suatu amalan ibadah itu tidaklah akan diterima kecuali  jika terkumpul dua syarat, yaitu ikhlas dan ittiba’. Ikhlas berkaitan dengan amalan hati yaitu niat, sedangkan ittiba’ adalah berkaitan dengan amalan dzahir seseorang, apakah sesuai tuntunan Rasulullah SAW dalam beribadah atau tidak. Dengan kata lain, niat ikhlas adalah tolak ukur ibadah hati dan ittiba’ur rasul adalah tolak ukur ibadah dzahir. Dan oleh karena itu niat ada tingkatannya, yang pertama  adalah menjadikan ridho Allah sebagai satu-satunya penggerak amal yang dikerjakan. Itulah tingkatan yang utama bagi seorang mukmin. Firman Allah:
 
Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS: Al-An’am:162).
Dalam tingkatan ini adalah mereka yang meniatkan setiap gerak dan diamnya karena mengharap ridho Allah semata, dan juga mereka yang beribadah karena takut akan siksa neraka dan berharap kenikmatan surga-Nya.
Tingkatan yang kedua, adialah mereka yang menjadikan niat mengharap ridho Allah itu bercampur dengan tujuan lain yang bersifat duniawi tetapi masih dalam lingkup fillah (dalam rangka karena Allah SWT) pada penghujungnya. Pada tingkatan ini misalnya berwudlu untuk menyegarkan badan atau fikiran untuk mengingat Allah.
Tingkatan yang ketiga, adalah niat untuk mencari ridho Allah yang bercampur dengan keinginan lain yang bersifat duniawi dan diluar dari lingkup fillah. Misal, melaksanakan ibadah untuk mendapatkan pujian dari orang(Riya’). Riya’ disini termasuk dalam bentuk syirik.

Barang siapa ingin memperlihatkan dan memperdengarkan apa-apa yang mereka lakukan, maka Allah akan memperlihatkan dan memperdengarkan kepada manusia nanti di hari kiamat dan memperburuknya[1]

Tingkatan yang keempat, adalah niat yang tidak ada di dalamnya harapan mencari ridho Allah atau memperoleh pahala, akan tetapi semata-mata mengejar kemanfaatan dunia. Niat seperti ini tidak memperoleh bagian pahala dari Allah, akan tetapi bila amalannya itu sesuai dengan sebab-akibat sunatullah yang Allah telah tetapkan, maka ia berkesempatan memperoleh manfaat dunianya saja.
Adapun contoh tentang berniat yaitu:
-          Menggambar. Ada sebuah hadist yang melarang untuk menggambar makhluk Allah, dari Aisyah r.a diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

Siksa yang paling pedih pada hari akhir nanti disiapkan bagi mereka yang berusaha menggambar makhluk Allah”(HR. Bukhari dan Muslim).[2]
Disini diharamkan menggambar makhluk Allah jika niatnya ingin menyamai ciptaan Allah, dan hal itu tergolong syirik. Tetapi jika niatnya untuk apresiasi seni tidak apa-apa, lagi pula apa yang dibuat oleh manusia itu jauh dari sempurna dibanding ciptaan Allah.


REFERENSI

Muhammad, Imam Ibn Abdul Wahab. 2004. TAUHID. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Al-Utsmaimin, Muhammad. 2006. Syarah Kitab Tauhid. Jakarta: PT Darullah


[1]  Di-takhrij Al-Bukhari, Ar-Raqaq, Bab “Ar-Riya’ wa As- Sama’”, 4/191. Dan Muslim, Az-Zuhd, Bab “Tahrim Ar-Riya’”, 4/2289. Hadist Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu
[2] Tauhid, Imam Muhammad Ibn Abdul Wahab, Bab 58 “Penjelasan Mengenai Orang yang Membuat Gambar Makhluk Hidup”, hal 363

0 comments:

Post a Comment

Tuesday, 17 December 2013

“PENTINGNYA MEMILIKI NIAT UNTUK BERBUAT BAIK SETIAP HARI”

Posted by Unknown at 19:03


Allah The Lord of the heavens and the earth
The Creator, sustrainer, above giving birth
Allah is as He describes Himself with no additions
Beyond which we do not ponder nor put conditions
He is Allah, the most high who does not sleep
Nor does His creation take part in His Majesty
It is Allah alone who is worthy of worship
A statement of truth relevealed to the mushriks

Tauhid in Islamic  religion is the most central and the most essensial belief. Tauhid is a form of human commitment to Allah SWT as a focus among all respects, thankfulness and the only source of value. What Allah wants will be the value of human with tauhid. He will not accept directions and authority except from Allah. His commitment  to Allah is whole, total, positive and strong, involving love and service, obedience and submission and also a strong-willed heart to be in service to Allah, so Allah will bless us.



AQIDAH DAN TAUHID
Tauhid adalah aqidah. Aqidah adalah keyakinan.keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa. Mengapa keyakinan? Karena aqidah berarti ikatan yang kuat antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai Khaliq. Kemudian dalam masalah akidah ini, tauhid merupakan pembahasan utamanya. Tauhid dalam Islam merupakan ajaran pokok yang harus dipahami dan diamalkan oleh semua pemeluknya. Lebih dari itu, tauhid harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
            Seperti yang telah diketahui pengertian iman kepada Allah adalah “diikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkan semua rukunnya”. Orang yang beriman adalah orang yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Keimanan seseorang dapat diketahui dari berbagai amal ibadahnya, karena ketika mereka(orang-orang yang beriman) melaksanakan perintah Allah mereka hanya berniat untuk mencari ridho Allah.

JANGAN SALAH NIAT.
            Pada saat ini, kita dapat memperbaharui niat kita. Sejak saat ini juga, kita dapat berniat untuk menghabiskan waktu kita, menggunakan kesempatan kita, dan mengerahkan segenap kekuatan spiritual dan fisik kita untuk digunakan pada hal-hal yang jauh lebih berguna, penuh perhatian dan tulus
Kita bisa menilai setiap kesempatan dalam melaksanakan segala macam ibadah dengan penuh semangat. Kita bisa mengamati setiap kesempatan yang dapat menjadikan kita mendapatkan ridha Allah dan berlomba untuk melakukan amal saleh.
Kita bisa mengalami kemajuan dalam rangka mendapatkan ridha Allah jika tidak memiliki pemikiran seperti "Saya sudah membuat perbuatan yang baik, dan ini sudah cukup untuk hari ini," atau "Dibandingkan dengan orang lain di sekitar saya, saya sudah melakukan banyak usaha yang lebih besar, dan saya lebih baik dari mereka,.
Orang beriman Berniat untuk Hidup dengan Nilai Moral Yang Diajarkan oleh Allah dalam Al Qur'an dengan Cara Terbaik selama 24 Jam Sehari.
Orang beriman mengalami efek positif dari "memperbaharui niatnya" setiap hari. Tujuan seorang beriman yang memiliki sikap moral seperti ini (selalu memperbaharui niat) adalah agar menjadi salah seorang diantara "para hamba yang paling dicintai Allah." Untuk alasan seperti ini, saat dia bisa sepenuhnya mengadopsi sikap moralitas ini, ia sekali lagi berkeinginan untuk menjadi lebih tulus, lebih sensitif terhadap ridha Allah, dan lebih teliti, hal ini akan memperdalam moralitasnya dan bahkan lebih.
Hal ini berlanjut hingga akhir hidupnya, ia tidak pernah merasa bahwa usaha dan perbuatannya yang baik ini sudah mencukupi. Akibatnya, iman, moralitas, kepribadian dan sikapnya,  mengalami kemajuan terus menerus dan pada akhirnya mencapai kesempurnaan.
Dan suatu amalan ibadah itu tidaklah akan diterima kecuali  jika terkumpul dua syarat, yaitu ikhlas dan ittiba’. Ikhlas berkaitan dengan amalan hati yaitu niat, sedangkan ittiba’ adalah berkaitan dengan amalan dzahir seseorang, apakah sesuai tuntunan Rasulullah SAW dalam beribadah atau tidak. Dengan kata lain, niat ikhlas adalah tolak ukur ibadah hati dan ittiba’ur rasul adalah tolak ukur ibadah dzahir. Dan oleh karena itu niat ada tingkatannya, yang pertama  adalah menjadikan ridho Allah sebagai satu-satunya penggerak amal yang dikerjakan. Itulah tingkatan yang utama bagi seorang mukmin. Firman Allah:
 
Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS: Al-An’am:162).
Dalam tingkatan ini adalah mereka yang meniatkan setiap gerak dan diamnya karena mengharap ridho Allah semata, dan juga mereka yang beribadah karena takut akan siksa neraka dan berharap kenikmatan surga-Nya.
Tingkatan yang kedua, adialah mereka yang menjadikan niat mengharap ridho Allah itu bercampur dengan tujuan lain yang bersifat duniawi tetapi masih dalam lingkup fillah (dalam rangka karena Allah SWT) pada penghujungnya. Pada tingkatan ini misalnya berwudlu untuk menyegarkan badan atau fikiran untuk mengingat Allah.
Tingkatan yang ketiga, adalah niat untuk mencari ridho Allah yang bercampur dengan keinginan lain yang bersifat duniawi dan diluar dari lingkup fillah. Misal, melaksanakan ibadah untuk mendapatkan pujian dari orang(Riya’). Riya’ disini termasuk dalam bentuk syirik.

Barang siapa ingin memperlihatkan dan memperdengarkan apa-apa yang mereka lakukan, maka Allah akan memperlihatkan dan memperdengarkan kepada manusia nanti di hari kiamat dan memperburuknya[1]

Tingkatan yang keempat, adalah niat yang tidak ada di dalamnya harapan mencari ridho Allah atau memperoleh pahala, akan tetapi semata-mata mengejar kemanfaatan dunia. Niat seperti ini tidak memperoleh bagian pahala dari Allah, akan tetapi bila amalannya itu sesuai dengan sebab-akibat sunatullah yang Allah telah tetapkan, maka ia berkesempatan memperoleh manfaat dunianya saja.
Adapun contoh tentang berniat yaitu:
-          Menggambar. Ada sebuah hadist yang melarang untuk menggambar makhluk Allah, dari Aisyah r.a diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

Siksa yang paling pedih pada hari akhir nanti disiapkan bagi mereka yang berusaha menggambar makhluk Allah”(HR. Bukhari dan Muslim).[2]
Disini diharamkan menggambar makhluk Allah jika niatnya ingin menyamai ciptaan Allah, dan hal itu tergolong syirik. Tetapi jika niatnya untuk apresiasi seni tidak apa-apa, lagi pula apa yang dibuat oleh manusia itu jauh dari sempurna dibanding ciptaan Allah.


REFERENSI

Muhammad, Imam Ibn Abdul Wahab. 2004. TAUHID. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Al-Utsmaimin, Muhammad. 2006. Syarah Kitab Tauhid. Jakarta: PT Darullah


[1]  Di-takhrij Al-Bukhari, Ar-Raqaq, Bab “Ar-Riya’ wa As- Sama’”, 4/191. Dan Muslim, Az-Zuhd, Bab “Tahrim Ar-Riya’”, 4/2289. Hadist Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu
[2] Tauhid, Imam Muhammad Ibn Abdul Wahab, Bab 58 “Penjelasan Mengenai Orang yang Membuat Gambar Makhluk Hidup”, hal 363

0 comments on "“PENTINGNYA MEMILIKI NIAT UNTUK BERBUAT BAIK SETIAP HARI”"

Post a Comment

 

Catatanku Template by Ipietoon Cute Blog Design