Tuesday 17 December 2013

“PENTINGNYA MEMILIKI NIAT UNTUK BERBUAT BAIK SETIAP HARI”



Allah The Lord of the heavens and the earth
The Creator, sustrainer, above giving birth
Allah is as He describes Himself with no additions
Beyond which we do not ponder nor put conditions
He is Allah, the most high who does not sleep
Nor does His creation take part in His Majesty
It is Allah alone who is worthy of worship
A statement of truth relevealed to the mushriks

Tauhid in Islamic  religion is the most central and the most essensial belief. Tauhid is a form of human commitment to Allah SWT as a focus among all respects, thankfulness and the only source of value. What Allah wants will be the value of human with tauhid. He will not accept directions and authority except from Allah. His commitment  to Allah is whole, total, positive and strong, involving love and service, obedience and submission and also a strong-willed heart to be in service to Allah, so Allah will bless us.



AQIDAH DAN TAUHID
Tauhid adalah aqidah. Aqidah adalah keyakinan.keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa. Mengapa keyakinan? Karena aqidah berarti ikatan yang kuat antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai Khaliq. Kemudian dalam masalah akidah ini, tauhid merupakan pembahasan utamanya. Tauhid dalam Islam merupakan ajaran pokok yang harus dipahami dan diamalkan oleh semua pemeluknya. Lebih dari itu, tauhid harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
            Seperti yang telah diketahui pengertian iman kepada Allah adalah “diikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkan semua rukunnya”. Orang yang beriman adalah orang yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Keimanan seseorang dapat diketahui dari berbagai amal ibadahnya, karena ketika mereka(orang-orang yang beriman) melaksanakan perintah Allah mereka hanya berniat untuk mencari ridho Allah.

JANGAN SALAH NIAT.
            Pada saat ini, kita dapat memperbaharui niat kita. Sejak saat ini juga, kita dapat berniat untuk menghabiskan waktu kita, menggunakan kesempatan kita, dan mengerahkan segenap kekuatan spiritual dan fisik kita untuk digunakan pada hal-hal yang jauh lebih berguna, penuh perhatian dan tulus
Kita bisa menilai setiap kesempatan dalam melaksanakan segala macam ibadah dengan penuh semangat. Kita bisa mengamati setiap kesempatan yang dapat menjadikan kita mendapatkan ridha Allah dan berlomba untuk melakukan amal saleh.
Kita bisa mengalami kemajuan dalam rangka mendapatkan ridha Allah jika tidak memiliki pemikiran seperti "Saya sudah membuat perbuatan yang baik, dan ini sudah cukup untuk hari ini," atau "Dibandingkan dengan orang lain di sekitar saya, saya sudah melakukan banyak usaha yang lebih besar, dan saya lebih baik dari mereka,.
Orang beriman Berniat untuk Hidup dengan Nilai Moral Yang Diajarkan oleh Allah dalam Al Qur'an dengan Cara Terbaik selama 24 Jam Sehari.
Orang beriman mengalami efek positif dari "memperbaharui niatnya" setiap hari. Tujuan seorang beriman yang memiliki sikap moral seperti ini (selalu memperbaharui niat) adalah agar menjadi salah seorang diantara "para hamba yang paling dicintai Allah." Untuk alasan seperti ini, saat dia bisa sepenuhnya mengadopsi sikap moralitas ini, ia sekali lagi berkeinginan untuk menjadi lebih tulus, lebih sensitif terhadap ridha Allah, dan lebih teliti, hal ini akan memperdalam moralitasnya dan bahkan lebih.
Hal ini berlanjut hingga akhir hidupnya, ia tidak pernah merasa bahwa usaha dan perbuatannya yang baik ini sudah mencukupi. Akibatnya, iman, moralitas, kepribadian dan sikapnya,  mengalami kemajuan terus menerus dan pada akhirnya mencapai kesempurnaan.
Dan suatu amalan ibadah itu tidaklah akan diterima kecuali  jika terkumpul dua syarat, yaitu ikhlas dan ittiba’. Ikhlas berkaitan dengan amalan hati yaitu niat, sedangkan ittiba’ adalah berkaitan dengan amalan dzahir seseorang, apakah sesuai tuntunan Rasulullah SAW dalam beribadah atau tidak. Dengan kata lain, niat ikhlas adalah tolak ukur ibadah hati dan ittiba’ur rasul adalah tolak ukur ibadah dzahir. Dan oleh karena itu niat ada tingkatannya, yang pertama  adalah menjadikan ridho Allah sebagai satu-satunya penggerak amal yang dikerjakan. Itulah tingkatan yang utama bagi seorang mukmin. Firman Allah:
 
Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS: Al-An’am:162).
Dalam tingkatan ini adalah mereka yang meniatkan setiap gerak dan diamnya karena mengharap ridho Allah semata, dan juga mereka yang beribadah karena takut akan siksa neraka dan berharap kenikmatan surga-Nya.
Tingkatan yang kedua, adialah mereka yang menjadikan niat mengharap ridho Allah itu bercampur dengan tujuan lain yang bersifat duniawi tetapi masih dalam lingkup fillah (dalam rangka karena Allah SWT) pada penghujungnya. Pada tingkatan ini misalnya berwudlu untuk menyegarkan badan atau fikiran untuk mengingat Allah.
Tingkatan yang ketiga, adalah niat untuk mencari ridho Allah yang bercampur dengan keinginan lain yang bersifat duniawi dan diluar dari lingkup fillah. Misal, melaksanakan ibadah untuk mendapatkan pujian dari orang(Riya’). Riya’ disini termasuk dalam bentuk syirik.

Barang siapa ingin memperlihatkan dan memperdengarkan apa-apa yang mereka lakukan, maka Allah akan memperlihatkan dan memperdengarkan kepada manusia nanti di hari kiamat dan memperburuknya[1]

Tingkatan yang keempat, adalah niat yang tidak ada di dalamnya harapan mencari ridho Allah atau memperoleh pahala, akan tetapi semata-mata mengejar kemanfaatan dunia. Niat seperti ini tidak memperoleh bagian pahala dari Allah, akan tetapi bila amalannya itu sesuai dengan sebab-akibat sunatullah yang Allah telah tetapkan, maka ia berkesempatan memperoleh manfaat dunianya saja.
Adapun contoh tentang berniat yaitu:
-          Menggambar. Ada sebuah hadist yang melarang untuk menggambar makhluk Allah, dari Aisyah r.a diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

Siksa yang paling pedih pada hari akhir nanti disiapkan bagi mereka yang berusaha menggambar makhluk Allah”(HR. Bukhari dan Muslim).[2]
Disini diharamkan menggambar makhluk Allah jika niatnya ingin menyamai ciptaan Allah, dan hal itu tergolong syirik. Tetapi jika niatnya untuk apresiasi seni tidak apa-apa, lagi pula apa yang dibuat oleh manusia itu jauh dari sempurna dibanding ciptaan Allah.


REFERENSI

Muhammad, Imam Ibn Abdul Wahab. 2004. TAUHID. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Al-Utsmaimin, Muhammad. 2006. Syarah Kitab Tauhid. Jakarta: PT Darullah


[1]  Di-takhrij Al-Bukhari, Ar-Raqaq, Bab “Ar-Riya’ wa As- Sama’”, 4/191. Dan Muslim, Az-Zuhd, Bab “Tahrim Ar-Riya’”, 4/2289. Hadist Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu
[2] Tauhid, Imam Muhammad Ibn Abdul Wahab, Bab 58 “Penjelasan Mengenai Orang yang Membuat Gambar Makhluk Hidup”, hal 363

Monday 16 December 2013

TAFSIR AYAT TENTANG TEKNOLOGI PERKAPALAN


TAFSIR AYAT TENTANG TEKNOLOGI PERKAPALAN




A.    PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan tidak hanya kita peroleh dari sebuah buku-buku yang diciptakan yang belum kita ketahui, atau pengalaman-pengalaman yang kita alami tapi, ilmu pengetahuan bisa  kita dapat dari berbagai hal dan pengalaman apapun itu. Kebanyakan orang yang hanya bisa menyimpulkan Al-qur’an tanpa mendalaminya hanya mengatakan al-qur’an adalah pedoman yang isinya mengatur dan memperjelas tentang agama, Definisi seperti itulah yang salah kaprah.
                 Didalam Al-qur’an banyak juga terdapat ilmu-ilmu yang mengenai tentang ilmu pengetahuan, kekuasaan, kebesaranNya dan bumi serta langit dan sebagainya. Hal ini membuat kita mendapatkan pengetahuan dan pelajaran yang berharga yaitu menggunakan akal untuk mempelajarinya sebagai wujud syukur. Mungkin sedikit cuplikan ayat tentang perkapalan atau pelayaran akan membantu kita untuk mengingat dan memikirkan kebesaranNya dengan pelajari Alam semesta.

  1. TEKS AL-QUR’AN SURAT  YUNUS
1.       Teks Ayatnya
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِمْ بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (22)
2.       Artinya
Dengan menyebut nama AllahYang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
22. Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur." (Al-Qur’an Digital)

  1. MAKNA PERKATA
1.       Makna Indonesia
هُوَ               = dia
 الَّذِي            = yang
 يُسَيِّرُكُمْ        = menjadikan kamu dapat berjalan
 فِي الْبَرِّ        = didaratan
 وَالْبَحْرِ         = dan lautan
 حَتَّى            = sehingga
 إِذَا              = apabila
 كُنْتُمْ            = adalah kamu
 فِي الْفُلْكِ       = dalam bahtera
 وَجَرَيْنَ        = dan meluncur / berlayar ia
 بِهِمْ             = dengan mereka
 بِرِيحٍ           = dengan angin
 طَيِّبَةٍ           = yang baik
 وَفَرِحُوا        = dan mereka bergembira
 بِهَا              = dengannya/ karenanya
 جَاءَتْهَا         = datang kepadanya
 رِيحٌ            = angin
 عَاصِفٌ       = badai
 وَجَاءَهُمُ       = dan datang/ menimpa mereka
 الْمَوْجُ          = gelombang
مِنْ كُلِّ          = dari tiap-tiap/ segenap
مَكَانٍ            = tempat/ penjuru
 وَظَنُّوا          = dan mereka mengira
 أَنَّهُمْ             = bahwasanya mereka
 أُحِيطَ           = diliputi/ terkepung
 بِهِمْ             = dengan mereka
دَعَوُا            = mereka berdo’a
 اللَّهَ             = Allah
 مُخْلِصِينَ      = mengikhlaskan
لَهُ                = kepada-Nya
 الدِّينَ           = ketaatan/ agama
 لَئِنْ             = sesungguhnya jika
 أَنْجَيْتَنَا         = Engkau menyelamatkan kami
 مِنْ هَذِهِ        = dari ini
 لَنَكُونَنَّ         = pastilah kami berada/ menjadi
 مِنَ              = dari/ termasuk
 الشَّاكِرِينَ      = orang-orang yang bersyukur

2.       Makna tafsir
هُوَ               = Dialah
      Maksudnya adalah Allah Yang Maha Kuasa, bukan Selain-Nya.
الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ   = Yang menjadikan kamu dapat berjalan.
      Maksud  “yang menjadikan kamu” adalah manusia yang tidak pandai bersyukur melalui potensi yang dianugerahkan-Nya serta hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya, dapat berjalan dengan cepat.
فِي الْبَرِّ         = di daratan
      Maksudnya adalah Allah menjadikan manusia berjalan dengan cepat di daratan baik dengan berjalan kaki maupun dengan berkendaraan.
وَالْبَحْرِ          = dan lautan
      Maksudnya adalah menjadikan juga manusia dapat berlayar di lautan melalui bahtera yang berlayar di air.
حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ    = Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera
      Maksudnya adalah ketika manusia berada di dalam kapal ( bahtera).
وَجَرَيْنَ بِهِمْ    = dan meluncurlah bahtera itu membawa mereka
      Maksudnya yaitu orang-orang yang ada di dalam kapal dengan kekuatan angin yang baik  yang dapat mengantar mereka ke tujuan, dan dengan demikian mereka merasa tenang berlayar.
وَفَرِحُوا بِهَا    = bergembira karenanya
      Maksudnya yaitu bergembira dengan keadaan yang mereka alami itu sehingga mengantarkannya ke tujuan.
جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ      = datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya,
      Maksudnya adalah pada saat berlayar tiba-tiba datanglah angin badai dari arah atas yang mengacaukan pelayaran lagi mencekam mereka.
وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ     = dan mereka mengira telah terkepung
      Maksudnya yaitu yakin bahwa mereka telah terkepung oleh bahaya dan segera akan binasa sehingga mereka menjadi semakin cemas.
دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ    = maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata.
      Maksudnya adalah tidak mempersekutukan-Nya dan, yakin bahwa hanya Dia semata-mata yang dapat menyelamatkan mereka.
لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا     = sesungguhnya jika Enkau menyelamatkan kami
      Maksudnya adalah jika Allah Yang Maha Esa lagi Maha Pengasih menyelamatkan kami dari bahaya, maka kami berjanji demi kekuasaan-Mu.
لَنَكُونَنَّ مِنَ      = pastilah kami akan termasuk
      Maksudnya adalah maka orang-orang yang selamat termasuk dalam kelompok orang-orang yang bersyukur.
الشَّاكِرِينَ       = orang-orang yang bersyukur
            Maksudnya yakni yang benar-benar menghayati dan mengamalkan kesyukuran dalam bentuk sempurna dan yang menjadikan kami wajar masuk dalam kelompok terkemuka itu. (M.Quraish Shihab, 2002; 53-54)

  1. MUNASABAH
Pada ayat-ayat yang lalu, Allah menerangkan berbagai alasan yang dikemukakan orang-orang musyrik untuk mengingkari kenabian Muhammad. Mereka meminta kepada Muhammad SAW agar diturunkan kepada mereka mukjizat yang berhubungan dengan kejadian yang aneh seperti yang terjadi pada nabi-nabi terdahulu, selain dari ayat-ayat Al-qur’an. Pada ayat-ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang musyrik itu tidak akan beriman walau ayat apapun yang diturunkan kepada mereka. Jika mereka terlepas dari suatu bencana, maka mereka tidak percaya bahwa yang melepaskan mereka dari bencana tersebut adalah Allah bahkan mereka kembali berbuat kerusakan. (DEPAG RI, 2010; 75)



  1. KORELASI TEKS
A.    Qs. Al-isra’ ayat 66
رَبُّكُمُ الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (66)
66. Tuhan-mu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu.

B.     Qs. Luqman ayat 31
أَلَمْ تَرَ أَنَّ الْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِنِعْمَةِ اللَّهِ لِيُرِيَكُمْ مِنْ آَيَاتِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ (31)
31. Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.

C.     Qs. Az-Zukhruf ayat 12,13
وَالَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْفُلْكِ وَالْأَنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ (12) لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ (13)
12. Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.  13. Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. (Al-Qur’an Digital)

  1. URAIAN
Sepintas ayat ini bagaikan hanya berbicara tentang atau kapal-kapal yang masih menggunakan layar, tetapi sebenarnya – tulis asy-Sya’râwi – kata h juga digunakan untuk makna kekuatan seperti firman-Nya dalam Qs. Al-Anfâl (8) : 46: ( وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ) “dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu”. Dengan demikian, jika kini perkembangan pelayaran telah beralih dari penggunaan layar, ke uap, kemudian listrik dan computer, maka kata h dalam arti kekuatan dapat mencakupnya.
       Ayat di atas merupakan bukti lain dari Kuasa Allah, karena ayat ini juga berhubungan dengan Qs. Luqman ayat 31 “tidakkah kamu melihat dan memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal yang kecil atau yang besar berlayar di laut dengan nikmat Allah, sambil membawa muatan bermanfaat buat kamu. Dia telah menetapkan sekian ketentuan sehingga betapa pun berat dan besarnya kapal, ia akan tetap mengapung. Allah melakukan itu supaya Dia memperlihatkan kepada kamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya. Sesungguhya pada yang demikian hebat dan menakjubkan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.
       Kata (بِنِعْمَةِ اللَّهِ) pada Qs. Luqman ayat 31 dipahami oleh sementara ulama dalam arti izin-Nya, yakni berkat hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya. Dengan pandangan sederhana, orang akan bertanya mengapa jarum tenggelam ke dasar laut, sedang kapal yang demikian besar dan berat dapat terapung danberlayar? Jelas ada izin Allah sehingga hal itu menjadi demikian. Pasti ada hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya. Salah satunya adalah ketetapan yang kemudian ditemukan oleh Archimedes dan yang di kenal dengan hukum “Gaya Apung” atau Hukum Archimedes, serta masih banyak lagi hukum-hukum yang lain. Demikian pula misalnya jika cuaca tidak seperti dalam batas kadar yang ditetapkan Allah, niscaya laut akan membeku atau kering sama sekali. Dan masih banyak lainnya.
Selanjutnya, karena hukum-hukum alam yang merupakan rahmat Allah itu dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia, maka ia pun merupakan nikmat-Nya. Lebih dari itu, Allah pun masih tetap memelihara manusia dari sekian banyak bahaya yang dapat muncul dalam aneka situasi pelayaran.
Banyak tanda-tanda kekuasaan Allah yang dapat dipetik dengan memperhatikan pelayaran seperti angin, air, kepadatan kapal tanpa tenggelam, laut serta isinya yang beraneka ragam laut dan hukum-hukum alam yang berkaitan dengannya dan lain-lain.
Kata ( الشَّاكِرِينَ ) pada Qs. Yunus ayat 22 dan kata (صَبَّارٍ شَكُورٍ ٍ) pada Qs Luqman ayat 31 mengisyaratkan bahwa kehidupan manusia tidak akan luput dari anugerah yang menuntutnya banyak bersyukur. Dalam konteks ini Nabi Saw. Bersabda : “aku takjub dengan keadaan seorang mukmin. Jika dia memperoleh nikmat, dia bersyukur. Dan jika ditimpa musibah, dia bersabar. Maka semua urusannya selalu baik.” (M.Quraish Shihab, 2002; 53-55)

  1. PENUTUP
1.      Allah menerangkan tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada manusia untuk membuktikan bahwa hanya Dia-lah yang berhak disembah. Penyembahan kepada selain Allah adalah penyembahan yang batil.
2.      Bila dalam keadaan bahaya dan ancaman malapetaka, manusia ingat dan berserah diri kepada Allah serta berdo’a agar dihindarkan dari bahaya dan malapetaka itu. Akan tetapi jika bahaya dan malapetaka itu telah hilang dan mereka merasa senang dan bahagia, mereka lupa kepada Allah, seakan-akan mereka tidak pernah berdo’a sama sekali kepada-Nya.
3.      Sabar dan syukur adalah bentuk iman kepada Allah.


DAFTAR PUSTAKA


Al-Qur’an Tafsir Perkata Al Hidayah
Al-Qur’an Digital
M.Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al Misbah Jilid 6. Jakarta: Lentera Hati
M.Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al Misbah Volume 11. Jakarta: Lentera Hati
DEPAG RI. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi
http://bamz616aulia.blogspot.com/2013/01/tafsir-ayat-tentang-iptek.html

Tuesday 17 December 2013

“PENTINGNYA MEMILIKI NIAT UNTUK BERBUAT BAIK SETIAP HARI”

Posted by Unknown at 19:03 0 comments


Allah The Lord of the heavens and the earth
The Creator, sustrainer, above giving birth
Allah is as He describes Himself with no additions
Beyond which we do not ponder nor put conditions
He is Allah, the most high who does not sleep
Nor does His creation take part in His Majesty
It is Allah alone who is worthy of worship
A statement of truth relevealed to the mushriks

Tauhid in Islamic  religion is the most central and the most essensial belief. Tauhid is a form of human commitment to Allah SWT as a focus among all respects, thankfulness and the only source of value. What Allah wants will be the value of human with tauhid. He will not accept directions and authority except from Allah. His commitment  to Allah is whole, total, positive and strong, involving love and service, obedience and submission and also a strong-willed heart to be in service to Allah, so Allah will bless us.



AQIDAH DAN TAUHID
Tauhid adalah aqidah. Aqidah adalah keyakinan.keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa. Mengapa keyakinan? Karena aqidah berarti ikatan yang kuat antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai Khaliq. Kemudian dalam masalah akidah ini, tauhid merupakan pembahasan utamanya. Tauhid dalam Islam merupakan ajaran pokok yang harus dipahami dan diamalkan oleh semua pemeluknya. Lebih dari itu, tauhid harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
            Seperti yang telah diketahui pengertian iman kepada Allah adalah “diikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkan semua rukunnya”. Orang yang beriman adalah orang yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Keimanan seseorang dapat diketahui dari berbagai amal ibadahnya, karena ketika mereka(orang-orang yang beriman) melaksanakan perintah Allah mereka hanya berniat untuk mencari ridho Allah.

JANGAN SALAH NIAT.
            Pada saat ini, kita dapat memperbaharui niat kita. Sejak saat ini juga, kita dapat berniat untuk menghabiskan waktu kita, menggunakan kesempatan kita, dan mengerahkan segenap kekuatan spiritual dan fisik kita untuk digunakan pada hal-hal yang jauh lebih berguna, penuh perhatian dan tulus
Kita bisa menilai setiap kesempatan dalam melaksanakan segala macam ibadah dengan penuh semangat. Kita bisa mengamati setiap kesempatan yang dapat menjadikan kita mendapatkan ridha Allah dan berlomba untuk melakukan amal saleh.
Kita bisa mengalami kemajuan dalam rangka mendapatkan ridha Allah jika tidak memiliki pemikiran seperti "Saya sudah membuat perbuatan yang baik, dan ini sudah cukup untuk hari ini," atau "Dibandingkan dengan orang lain di sekitar saya, saya sudah melakukan banyak usaha yang lebih besar, dan saya lebih baik dari mereka,.
Orang beriman Berniat untuk Hidup dengan Nilai Moral Yang Diajarkan oleh Allah dalam Al Qur'an dengan Cara Terbaik selama 24 Jam Sehari.
Orang beriman mengalami efek positif dari "memperbaharui niatnya" setiap hari. Tujuan seorang beriman yang memiliki sikap moral seperti ini (selalu memperbaharui niat) adalah agar menjadi salah seorang diantara "para hamba yang paling dicintai Allah." Untuk alasan seperti ini, saat dia bisa sepenuhnya mengadopsi sikap moralitas ini, ia sekali lagi berkeinginan untuk menjadi lebih tulus, lebih sensitif terhadap ridha Allah, dan lebih teliti, hal ini akan memperdalam moralitasnya dan bahkan lebih.
Hal ini berlanjut hingga akhir hidupnya, ia tidak pernah merasa bahwa usaha dan perbuatannya yang baik ini sudah mencukupi. Akibatnya, iman, moralitas, kepribadian dan sikapnya,  mengalami kemajuan terus menerus dan pada akhirnya mencapai kesempurnaan.
Dan suatu amalan ibadah itu tidaklah akan diterima kecuali  jika terkumpul dua syarat, yaitu ikhlas dan ittiba’. Ikhlas berkaitan dengan amalan hati yaitu niat, sedangkan ittiba’ adalah berkaitan dengan amalan dzahir seseorang, apakah sesuai tuntunan Rasulullah SAW dalam beribadah atau tidak. Dengan kata lain, niat ikhlas adalah tolak ukur ibadah hati dan ittiba’ur rasul adalah tolak ukur ibadah dzahir. Dan oleh karena itu niat ada tingkatannya, yang pertama  adalah menjadikan ridho Allah sebagai satu-satunya penggerak amal yang dikerjakan. Itulah tingkatan yang utama bagi seorang mukmin. Firman Allah:
 
Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS: Al-An’am:162).
Dalam tingkatan ini adalah mereka yang meniatkan setiap gerak dan diamnya karena mengharap ridho Allah semata, dan juga mereka yang beribadah karena takut akan siksa neraka dan berharap kenikmatan surga-Nya.
Tingkatan yang kedua, adialah mereka yang menjadikan niat mengharap ridho Allah itu bercampur dengan tujuan lain yang bersifat duniawi tetapi masih dalam lingkup fillah (dalam rangka karena Allah SWT) pada penghujungnya. Pada tingkatan ini misalnya berwudlu untuk menyegarkan badan atau fikiran untuk mengingat Allah.
Tingkatan yang ketiga, adalah niat untuk mencari ridho Allah yang bercampur dengan keinginan lain yang bersifat duniawi dan diluar dari lingkup fillah. Misal, melaksanakan ibadah untuk mendapatkan pujian dari orang(Riya’). Riya’ disini termasuk dalam bentuk syirik.

Barang siapa ingin memperlihatkan dan memperdengarkan apa-apa yang mereka lakukan, maka Allah akan memperlihatkan dan memperdengarkan kepada manusia nanti di hari kiamat dan memperburuknya[1]

Tingkatan yang keempat, adalah niat yang tidak ada di dalamnya harapan mencari ridho Allah atau memperoleh pahala, akan tetapi semata-mata mengejar kemanfaatan dunia. Niat seperti ini tidak memperoleh bagian pahala dari Allah, akan tetapi bila amalannya itu sesuai dengan sebab-akibat sunatullah yang Allah telah tetapkan, maka ia berkesempatan memperoleh manfaat dunianya saja.
Adapun contoh tentang berniat yaitu:
-          Menggambar. Ada sebuah hadist yang melarang untuk menggambar makhluk Allah, dari Aisyah r.a diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:

Siksa yang paling pedih pada hari akhir nanti disiapkan bagi mereka yang berusaha menggambar makhluk Allah”(HR. Bukhari dan Muslim).[2]
Disini diharamkan menggambar makhluk Allah jika niatnya ingin menyamai ciptaan Allah, dan hal itu tergolong syirik. Tetapi jika niatnya untuk apresiasi seni tidak apa-apa, lagi pula apa yang dibuat oleh manusia itu jauh dari sempurna dibanding ciptaan Allah.


REFERENSI

Muhammad, Imam Ibn Abdul Wahab. 2004. TAUHID. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Al-Utsmaimin, Muhammad. 2006. Syarah Kitab Tauhid. Jakarta: PT Darullah


[1]  Di-takhrij Al-Bukhari, Ar-Raqaq, Bab “Ar-Riya’ wa As- Sama’”, 4/191. Dan Muslim, Az-Zuhd, Bab “Tahrim Ar-Riya’”, 4/2289. Hadist Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu
[2] Tauhid, Imam Muhammad Ibn Abdul Wahab, Bab 58 “Penjelasan Mengenai Orang yang Membuat Gambar Makhluk Hidup”, hal 363

Monday 16 December 2013

TAFSIR AYAT TENTANG TEKNOLOGI PERKAPALAN

Posted by Unknown at 01:06 0 comments

TAFSIR AYAT TENTANG TEKNOLOGI PERKAPALAN




A.    PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan tidak hanya kita peroleh dari sebuah buku-buku yang diciptakan yang belum kita ketahui, atau pengalaman-pengalaman yang kita alami tapi, ilmu pengetahuan bisa  kita dapat dari berbagai hal dan pengalaman apapun itu. Kebanyakan orang yang hanya bisa menyimpulkan Al-qur’an tanpa mendalaminya hanya mengatakan al-qur’an adalah pedoman yang isinya mengatur dan memperjelas tentang agama, Definisi seperti itulah yang salah kaprah.
                 Didalam Al-qur’an banyak juga terdapat ilmu-ilmu yang mengenai tentang ilmu pengetahuan, kekuasaan, kebesaranNya dan bumi serta langit dan sebagainya. Hal ini membuat kita mendapatkan pengetahuan dan pelajaran yang berharga yaitu menggunakan akal untuk mempelajarinya sebagai wujud syukur. Mungkin sedikit cuplikan ayat tentang perkapalan atau pelayaran akan membantu kita untuk mengingat dan memikirkan kebesaranNya dengan pelajari Alam semesta.

  1. TEKS AL-QUR’AN SURAT  YUNUS
1.       Teks Ayatnya
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
هُوَ الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِمْ بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ (22)
2.       Artinya
Dengan menyebut nama AllahYang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
22. Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur." (Al-Qur’an Digital)

  1. MAKNA PERKATA
1.       Makna Indonesia
هُوَ               = dia
 الَّذِي            = yang
 يُسَيِّرُكُمْ        = menjadikan kamu dapat berjalan
 فِي الْبَرِّ        = didaratan
 وَالْبَحْرِ         = dan lautan
 حَتَّى            = sehingga
 إِذَا              = apabila
 كُنْتُمْ            = adalah kamu
 فِي الْفُلْكِ       = dalam bahtera
 وَجَرَيْنَ        = dan meluncur / berlayar ia
 بِهِمْ             = dengan mereka
 بِرِيحٍ           = dengan angin
 طَيِّبَةٍ           = yang baik
 وَفَرِحُوا        = dan mereka bergembira
 بِهَا              = dengannya/ karenanya
 جَاءَتْهَا         = datang kepadanya
 رِيحٌ            = angin
 عَاصِفٌ       = badai
 وَجَاءَهُمُ       = dan datang/ menimpa mereka
 الْمَوْجُ          = gelombang
مِنْ كُلِّ          = dari tiap-tiap/ segenap
مَكَانٍ            = tempat/ penjuru
 وَظَنُّوا          = dan mereka mengira
 أَنَّهُمْ             = bahwasanya mereka
 أُحِيطَ           = diliputi/ terkepung
 بِهِمْ             = dengan mereka
دَعَوُا            = mereka berdo’a
 اللَّهَ             = Allah
 مُخْلِصِينَ      = mengikhlaskan
لَهُ                = kepada-Nya
 الدِّينَ           = ketaatan/ agama
 لَئِنْ             = sesungguhnya jika
 أَنْجَيْتَنَا         = Engkau menyelamatkan kami
 مِنْ هَذِهِ        = dari ini
 لَنَكُونَنَّ         = pastilah kami berada/ menjadi
 مِنَ              = dari/ termasuk
 الشَّاكِرِينَ      = orang-orang yang bersyukur

2.       Makna tafsir
هُوَ               = Dialah
      Maksudnya adalah Allah Yang Maha Kuasa, bukan Selain-Nya.
الَّذِي يُسَيِّرُكُمْ   = Yang menjadikan kamu dapat berjalan.
      Maksud  “yang menjadikan kamu” adalah manusia yang tidak pandai bersyukur melalui potensi yang dianugerahkan-Nya serta hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya, dapat berjalan dengan cepat.
فِي الْبَرِّ         = di daratan
      Maksudnya adalah Allah menjadikan manusia berjalan dengan cepat di daratan baik dengan berjalan kaki maupun dengan berkendaraan.
وَالْبَحْرِ          = dan lautan
      Maksudnya adalah menjadikan juga manusia dapat berlayar di lautan melalui bahtera yang berlayar di air.
حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ    = Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera
      Maksudnya adalah ketika manusia berada di dalam kapal ( bahtera).
وَجَرَيْنَ بِهِمْ    = dan meluncurlah bahtera itu membawa mereka
      Maksudnya yaitu orang-orang yang ada di dalam kapal dengan kekuatan angin yang baik  yang dapat mengantar mereka ke tujuan, dan dengan demikian mereka merasa tenang berlayar.
وَفَرِحُوا بِهَا    = bergembira karenanya
      Maksudnya yaitu bergembira dengan keadaan yang mereka alami itu sehingga mengantarkannya ke tujuan.
جَاءَتْهَا رِيحٌ عَاصِفٌ وَجَاءَهُمُ الْمَوْجُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ      = datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya,
      Maksudnya adalah pada saat berlayar tiba-tiba datanglah angin badai dari arah atas yang mengacaukan pelayaran lagi mencekam mereka.
وَظَنُّوا أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ     = dan mereka mengira telah terkepung
      Maksudnya yaitu yakin bahwa mereka telah terkepung oleh bahaya dan segera akan binasa sehingga mereka menjadi semakin cemas.
دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ    = maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata.
      Maksudnya adalah tidak mempersekutukan-Nya dan, yakin bahwa hanya Dia semata-mata yang dapat menyelamatkan mereka.
لَئِنْ أَنْجَيْتَنَا     = sesungguhnya jika Enkau menyelamatkan kami
      Maksudnya adalah jika Allah Yang Maha Esa lagi Maha Pengasih menyelamatkan kami dari bahaya, maka kami berjanji demi kekuasaan-Mu.
لَنَكُونَنَّ مِنَ      = pastilah kami akan termasuk
      Maksudnya adalah maka orang-orang yang selamat termasuk dalam kelompok orang-orang yang bersyukur.
الشَّاكِرِينَ       = orang-orang yang bersyukur
            Maksudnya yakni yang benar-benar menghayati dan mengamalkan kesyukuran dalam bentuk sempurna dan yang menjadikan kami wajar masuk dalam kelompok terkemuka itu. (M.Quraish Shihab, 2002; 53-54)

  1. MUNASABAH
Pada ayat-ayat yang lalu, Allah menerangkan berbagai alasan yang dikemukakan orang-orang musyrik untuk mengingkari kenabian Muhammad. Mereka meminta kepada Muhammad SAW agar diturunkan kepada mereka mukjizat yang berhubungan dengan kejadian yang aneh seperti yang terjadi pada nabi-nabi terdahulu, selain dari ayat-ayat Al-qur’an. Pada ayat-ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang musyrik itu tidak akan beriman walau ayat apapun yang diturunkan kepada mereka. Jika mereka terlepas dari suatu bencana, maka mereka tidak percaya bahwa yang melepaskan mereka dari bencana tersebut adalah Allah bahkan mereka kembali berbuat kerusakan. (DEPAG RI, 2010; 75)



  1. KORELASI TEKS
A.    Qs. Al-isra’ ayat 66
رَبُّكُمُ الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (66)
66. Tuhan-mu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu.

B.     Qs. Luqman ayat 31
أَلَمْ تَرَ أَنَّ الْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِنِعْمَةِ اللَّهِ لِيُرِيَكُمْ مِنْ آَيَاتِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ (31)
31. Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.

C.     Qs. Az-Zukhruf ayat 12,13
وَالَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْفُلْكِ وَالْأَنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ (12) لِتَسْتَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ (13)
12. Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.  13. Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. (Al-Qur’an Digital)

  1. URAIAN
Sepintas ayat ini bagaikan hanya berbicara tentang atau kapal-kapal yang masih menggunakan layar, tetapi sebenarnya – tulis asy-Sya’râwi – kata h juga digunakan untuk makna kekuatan seperti firman-Nya dalam Qs. Al-Anfâl (8) : 46: ( وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ) “dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu”. Dengan demikian, jika kini perkembangan pelayaran telah beralih dari penggunaan layar, ke uap, kemudian listrik dan computer, maka kata h dalam arti kekuatan dapat mencakupnya.
       Ayat di atas merupakan bukti lain dari Kuasa Allah, karena ayat ini juga berhubungan dengan Qs. Luqman ayat 31 “tidakkah kamu melihat dan memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal yang kecil atau yang besar berlayar di laut dengan nikmat Allah, sambil membawa muatan bermanfaat buat kamu. Dia telah menetapkan sekian ketentuan sehingga betapa pun berat dan besarnya kapal, ia akan tetap mengapung. Allah melakukan itu supaya Dia memperlihatkan kepada kamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya. Sesungguhya pada yang demikian hebat dan menakjubkan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.
       Kata (بِنِعْمَةِ اللَّهِ) pada Qs. Luqman ayat 31 dipahami oleh sementara ulama dalam arti izin-Nya, yakni berkat hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya. Dengan pandangan sederhana, orang akan bertanya mengapa jarum tenggelam ke dasar laut, sedang kapal yang demikian besar dan berat dapat terapung danberlayar? Jelas ada izin Allah sehingga hal itu menjadi demikian. Pasti ada hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya. Salah satunya adalah ketetapan yang kemudian ditemukan oleh Archimedes dan yang di kenal dengan hukum “Gaya Apung” atau Hukum Archimedes, serta masih banyak lagi hukum-hukum yang lain. Demikian pula misalnya jika cuaca tidak seperti dalam batas kadar yang ditetapkan Allah, niscaya laut akan membeku atau kering sama sekali. Dan masih banyak lainnya.
Selanjutnya, karena hukum-hukum alam yang merupakan rahmat Allah itu dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia, maka ia pun merupakan nikmat-Nya. Lebih dari itu, Allah pun masih tetap memelihara manusia dari sekian banyak bahaya yang dapat muncul dalam aneka situasi pelayaran.
Banyak tanda-tanda kekuasaan Allah yang dapat dipetik dengan memperhatikan pelayaran seperti angin, air, kepadatan kapal tanpa tenggelam, laut serta isinya yang beraneka ragam laut dan hukum-hukum alam yang berkaitan dengannya dan lain-lain.
Kata ( الشَّاكِرِينَ ) pada Qs. Yunus ayat 22 dan kata (صَبَّارٍ شَكُورٍ ٍ) pada Qs Luqman ayat 31 mengisyaratkan bahwa kehidupan manusia tidak akan luput dari anugerah yang menuntutnya banyak bersyukur. Dalam konteks ini Nabi Saw. Bersabda : “aku takjub dengan keadaan seorang mukmin. Jika dia memperoleh nikmat, dia bersyukur. Dan jika ditimpa musibah, dia bersabar. Maka semua urusannya selalu baik.” (M.Quraish Shihab, 2002; 53-55)

  1. PENUTUP
1.      Allah menerangkan tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada manusia untuk membuktikan bahwa hanya Dia-lah yang berhak disembah. Penyembahan kepada selain Allah adalah penyembahan yang batil.
2.      Bila dalam keadaan bahaya dan ancaman malapetaka, manusia ingat dan berserah diri kepada Allah serta berdo’a agar dihindarkan dari bahaya dan malapetaka itu. Akan tetapi jika bahaya dan malapetaka itu telah hilang dan mereka merasa senang dan bahagia, mereka lupa kepada Allah, seakan-akan mereka tidak pernah berdo’a sama sekali kepada-Nya.
3.      Sabar dan syukur adalah bentuk iman kepada Allah.


DAFTAR PUSTAKA


Al-Qur’an Tafsir Perkata Al Hidayah
Al-Qur’an Digital
M.Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al Misbah Jilid 6. Jakarta: Lentera Hati
M.Quraish Shihab. 2002. Tafsir Al Misbah Volume 11. Jakarta: Lentera Hati
DEPAG RI. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi
http://bamz616aulia.blogspot.com/2013/01/tafsir-ayat-tentang-iptek.html
 

Catatanku Template by Ipietoon Cute Blog Design