1.
Istilah dengan lengkap
uraian berikut ini, lengkap dengan referensibentuk footnote.
URAIAN
|
PENGERTIAN
|
CONTOH
|
Syari’ah
|
Secara etimologis berarti “jalan ke tempat pengairan”, atau “jalan yang
harus diikuti”.
Kata syari’ah muncul dalam beberapa ayat al-Qur’an, seperti pada surat
Al-Maidah(5):48; Asy-Syura(42):13; dan Al-Jatsiyah(45):18, yang mengandung
arti :jalan yang jelas yang membawa kepada kemenangan. Dalam hal ini, agama
yang ditetapkan Allah untuk manusia disebut syari’ah.[1]
[1] Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih,
Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 1
|
-
kewajiban
puasa Ramadlan
-
membasuh
kepala saat berwudhu itu wajib
-
Judi itu
dilarang
|
Ushul
Fiqh
|
Ushul fiqih secara istilah teknik hukum berarti:”Ilmu tentang
kaidah-kaidah yang membawa pada usaha merumuskan hukum syara’ dari dalilnya
terinci,” atau dalam artian sederhana adalah:”kaidah-kaidah yang menjelaskan
cara-cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya”.[2]
[2] Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih,
Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 41
|
Umpamanya
dalam kitab-kitab fiqih diteukan ungkapan “Mengerjakan sholat itu hukumnya
wajib”. Wajib melakukan shalat itu disebut “hukum syara’”. Tidak pernah
tersebut dalam Al-Qur’an maupun hadis bahwa shalat itu hukumnya wajib.
|
Fiqih
|
fiqh secara bahasa adalah paham. Definisi fiqih
secara istilah adalah dugaan kuat yang dicapai seorang mujtahid dalam
usahanya menemukan hukum Allah.[3]
[3] Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid
1. Jakarta: Kencana. Hal 5
|
Dalil kewajiban niat adalah Hadits yang artinya” Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung pada
niyatnya.(HR.Bukhori-Muslim).
|
1.
Istilah dengan lengkap
uraian berikut ini!
Uraian
|
Pengertian
|
Contoh
|
Wajib
|
Sesuatu
perbuatan yang dituntut Allah untuk dilakukan secara tuntutan pasti, yang
diberi ganjaran dengan pahala orang yang melakukannya karena perbuatannya itu
telah sesuai dengan kehendak yang menuntut dan diancam dosa bagi orang yang
meninggalkannya karena bertentangan dengan kehendak yang menuntut
|
|
Haram
|
Sesuatu
yang diberi pahala orang yang meninggalkannya dan dikenai dosa dan ancaman
bagi orang yang melakukannya.
|
1. Benda yang
diharamkan karena zatnya, seperti babi, anjing, darah dll.
2. Benda yang
haramnya dikarenakan sebab cara memperolehnya. Contoh mencuri, merampok,
korupsi, dll.[8]
[8] Imam Al-Ghazali,Benang
Tipis antara Halal dan Haram,2002. Penerbit putra Pelajar,Semarang. Hal
22-25
|
Sunnah
|
Sesuatu
yag diberi pahala jika melakukannya dan tidak disiksa atau dosa jika
meninggalkannya
|
|
Mubah
|
Sesuatu
yang diberi kemungkinan oleh pembuat hukum untuk memilih antara memperbuat
dan meninggalkan. Ia boleh melakukan atau tidak
|
|
Makruh
|
Disebut
juga karahah, yaitu sesuatu yang dituntut oleh pembuat hukum untuk
meninggalkan dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti.
|
|
Syubhat
|
Perkara yang tidak
diketahui hukumnya oleh orang banyak, yang masih samar-samar
kehalalan maupun keharamannya. Perkara
ini sama sekali berbeda dengan perkara yang sudah sangat jelas
pengharamannya.
|
·
Menemukan uang dijalan
raya
·
Memakan buah dari pohon
yang tidak jelas diketahui pemiliknya
|
Rukhshah
|
Istilah
terhadap sesuatu yang berubah dari perkara yang asal karena adanya halangan,
atau untuk kemudahan dan keringanan. Seperti diqasharnya shalat ketika safar
dan kesalahan-kesalahan padanya yang rukhsah-rukhsah syar'i yang lainnya.
|
Contoh-contoh rukhsah para ahli fiqih :
·
Pendapat bolehnya mencukur jenggot
·
Pendapat bolehnya
membayar zakat fitrah dengan uang.
·
Pendapat bolehnya meminum
semua yang memabukkan kecuali yang dari anggur.
·
Pendapat bahwasanya tidak
ada shalat Jum'at kecuali pada tujuh wilayah.
·
Pendapat tentang
diakhirkannya shalat asar hingga (panjang) bayangan setiap benda adalah empat
kalinya.
·
Pendapat bolehnya
mendengarkan nyanyian dan alat-alat musik.
·
Pendapat bolehnya nikah
mut'ah.
·
Pendapat bolehnya menukar
satu dirham dengan dua dirham secara kontan/tunai.
·
Pendapat bolehnya
menjima'i istri dari duburnya.
·
Pendapat sahnya nikah
tanpa wali dan tanpa mahar.
·
Pendapat tidak
disyariatkannya dua saksi dalam nikah.
|
Rukun
|
Sesuatu yang harus dikerjakan
dalam melakukan suatu pekerjaan. Jadi, rukun berarti sebagai bagian yang
pokok.
|
Membaca Do’a
iftitah dalam mendirikan sholat merupakan salah satu rukun (bagian yang
pokok). Lebih jelasnya sholat tanpa membaca Do’a iftitah berarti tidak sah.
|
Syarat
|
Sesuatu yang
harus dipenuhi sebelum mengerjakan sesuatu pekerjaan. Kalau syarat-syaratnya
kurang sempurna maka pekerjaan itu tidak sah.
Sesuatu yang harus
dipenuhi sebelum mengerjakan sesuatu pekerjaan. Kalau syarat-syaratnya kurang
sempurna maka pekerjaan itu tidak sah.
|
Syarat Shalat:
§ Islam,
§ Berakal,
§ Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk),
§ Menghilangkan hadats,
§ Menghilangkan najis,
§ Menutup aurat,
§ Masuknya waktu,
§ Menghadap kiblat,
§ Niat.
|
Shahih
(Sah)
|
Sesuatu yang
telah cukup syarat dan rukunnya serta sudah benar.
|
Sebelum
melaksanakan sholat telah melakukan syarat-syarat sholat alah satunya dengan
berwudlu’dan sesuai dengan rukunnya.
|
Batil
(Batal)
|
Tidak cukup syarat dan rukunnya (tidak benar). Jadi suatu
pekerjaan atau perkara yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya berarti
perkara itu tidak sah atau batal.
|
Akan
melaksanakan sholat tetapi tidak memiliki wudlu’ dan itu membuat sholatnya
tidak sah atau batal
|
1.
Istilah dengan lengkap
uraian berikut ini, lengkap dengan referensibentuk footnote
Dasar
hukum Islam
|
Pengertian
|
Contoh
kasus
|
Al-Qur’an
|
Lafadz berbahasa Arab yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, yang
dinukilkan secara mutawatir. [1]
[1] Syarifuddin,
Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 56
|
Bila kita ditanya tentang masalah
jual beli dan riba, maka kita dapatkan hukum hal tersebut dalam Kitab Allah (QS. Al baqarah : 275).
|
As-Sunnah
|
Sunah dalam istilah Ulama’ Ushul adalah: “apa-apa yang diriwayatkan
dari Nabi Muhammad SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun pengakuan
dan sifat Nabi”.[2]
[2] Syarifuddin,
Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 56
Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal
87
|
Contoh perkataan/sabda Nabi :
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran”( Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708)
Contoh perbuatan:
apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (Bukhari no.635, juga diriwayatkan oleh Tirmidzi no.3413, dan Ahmad no.23093,23800,34528) bahwa ‘Aisyah pernah ditanya: apa yang biasa dilakukan Rasulullah dirumahnya ? Aisyah menjawab: “Beliau membantu keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikannya.”
Contoh
persetujuan :
apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (Hadits no.1267) bahwa Nabi pernah melihat seseorang shalat dua rakaat setelah sholat subuh, maka Nabi berkata kepadanya: “Shalat subuh itu dua rakaat” orang tersebut menjawab, “sesungguhnya saya belum shalat sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan sekarang.” Lalu Nabi saw terdiam” Maka diamnya beliau berarti menyetujui disyari’atkannya shalat sunat qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang belum menunaikannya. |
Ijma’
|
Ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau keuputas berbuat sesuatu.
Oleh Al-Ghazali: “kesepakatan umat Muhammad secara khusus atas suatu
urusan agama”.[3.1]
Oleh Al-amidi: “ijma’ adalah kesepakatan sejumlah Ahlul Halli wal ‘Aqd
(para ahli kompeten mengurus umat) dari umat Muhammad pada suatu masa atas
hukum suatu kasus”.[3.2]
[3.1] Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih,
Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 56 Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih,
Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 132
[3.2] Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul
Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 56 Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul
Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 133
|
Ijma para sahabat ra
bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan bersama anak laki-laki
apabila tidak terdapat bapak. Ijma’ merupakan sumber rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam Al Qur’an dan demikian pula sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat, apakah hal tersebut telah disepakatai oleh para ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib bagi kita mengambilnya dan beramal dengannya. |
Qiyas
|
Secara etimologis, kata “Qiyas” artinya mengkur, membandingkaan sesuatu
dengan yang semisalnya.[4]
[4] Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih,
Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 56 Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih,
Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 171
|
Allah mengharamkan khamer dengan
dalil Al Qur’an, sebab atau alasan pengharamannya adalah karena ia
memabukkan, dan menghilangkan kesadaran. Jika kita menemukan minuman memabukkan
lain dengan nama yang berbeda selain khamer, maka kita menghukuminya dengan
haram, sebagai hasil Qiyas dari khamer. Karena sebab atau alasan pengharaman
khamer yaitu “memabukkan” terdapat pada minuman tersebut, sehingga ia menjadi
haram sebagaimana pula khamer.
|
Maslahah
Mursalah
|
Menurut Imam Muhammad Hasbih As-Siddiqi, maslahah mursalah ialah
memelihara tujuan dengan jalan menolak segala sesuatu yang merusak makhluk.[5]
[5]Drs. Chaerul Umam,
Dkk, Ushul fiqih 1, Pustaka Setia,
1998
|
-
Menulis huruf Al-Qur’an
kepada huruf latin,
-
Membuang barang yang ada di atas
kapal laut tanpa izin yang punya barang, karena ada gelombang besar yang
menjadikan kapal oleng. Demi kemaslahatan penumpang dan menolak bahaya.
|
Urf
|
Kata Urf secara
etimologi berarti “sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal sehat”.Al-urf
(adat istiadat) yaitu sesuatu yang sudah diyakini mayoritas orang,
baik berupa ucapan atau perbuatan yang sudah berulang-ulang sehingga tertanam
dalam jiwa dan diterima oleh akal mereka.[1] Secara terminology Abdul-Karim
Zaidan, Istilah ‘urf berarti :
“Sesuatu yang
tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu
dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan”[2]
[1] Rasyad Hasan Khalil, TARIKH
TASRYI’,(Jakarta, 2009), h. 167
[2] Satria Efendi, M.Zein, Ushul Fiqh,(Jakarta,
2005), h.153
|
-
Dalam sewa menyewa rumah. Biaya kerusakan yang
kecil-kecil yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemilik rumah, menjadi
tanggung jawab penyewa.
-
Jual beli barang elektronik dengan akad garansi
|
5. Istilah dengan lengkap uraian berikut ini,
lengkap dengan referensi bentuk footnote
Uraian
|
Kondisi/Suasana
|
Contoh
Kasus
|
Fiqih
zaman Rasul
|
Suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa Nabi telah berbuat sehubungan
dengan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung hukum. Tidak semua ayat
hukum memberikan penjelasan yang mudah dipahami untuk kemudian dilaksanakan
secara praktis sesuai kehendak Allah.[1]
[1] Syarifuddin,
Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 56
Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 8
|
Penjelasan
nabi yang berbentuk sunah itu merupakan hasil penalaran atas ayat-ayat hukum,
maka apa yang dikemukakan Nabi itu dapat disebut fiqih atau tepatnya disebut
fiqih sunah
|
Fiqih
zaman sahabat
|
Dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW, sempurnalah turunnya ayat-ayat
Al-Qur’an dan sunah Nabi, juga dengan sendirinya sudah terhenti. Kemudian
terjadi perubahan yang besar sekali dalam kehidupan masyarakat, karena telah
meluasnya wilayah islam dan semakin kompleksnya kehidupan umat.[2]
[2]Syarifuddin,
Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 56
Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 24
|
Pada
masa Umar Bin Khattab, kebiasaan minum khamar waktu jahiliyah kambuh lagi
dikalangan orang islam dan sanksi dera 40 kali sudah kurang efektif sebagai
alat penjera. Umar memikirkan cara untuk membuat orang jera minum khamar yang
merupakan tujuan hukum. Dalam hal ini Umar menetapkan sanksi minum khamar
menjadi 80kali dera, sehingga orang menjadi bertambah takut meminum khamar.
|
Fiqih
zaman Mujtahid
|
Sesudah masa sahabat, penetapan fiqih dengan menggunakan sunah dan
ijtihad itu sudah begitu berkembang dan meluas. Dalam kadar penerimaan dua
sumber itu terlihat kecenderungan mengarah pada dua bentuk, yakni dalam
menetapkan hasil ijtihad banyak menggunakan hadis dari pada ijtihad dan
menetapkan fiqih lebih banyak menggunakan sumber ra’yu dari pada hadis.[3]
[3]Syarifuddin,
Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 56
Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 33
|
Ahl
al-Hadis muncul diwilayah Hijaz (tempat nabi bermukim untuk mengembangkan
Islam). Orang-orang diwilayah ini lebih banyak mengetahui kehidupan nabi dan
dengan sendirinya banyak mendengar dan mengetahui hadis Nabi. Sebaliknya Irak
atau kufah, karena jauh dari wilayah kehidupan Nabi, maka pengetahuan mereka
tentang hadis Nabi tidak banyak. Oleh karena itu mereka lebih banyak dan
lebih sering menggunakan ijtihad dalam penetapan fiqih.
|
Fiqih
zaman Taqlid
|
Kegiatan ijtihad pada masa ini terbatas pada usaha pengembangan,
pensyarahan dan perincian kitab fiqih dri imam mujtahid yang ada(terdahulu),
dan tidak muncul lagi pendapat atau pemikiran baru.[4]
[4]Syarifuddin, Amir.
2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 56 Syarifuddin,
Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 37
|
Kitab
fiqih yang dihasilkan para mujtahid terdahulu diteruskan dan dilanjutkan oleh
pengikut madzhab kepada generasi sesudahnya, tanpa ada maksud untuk
memikirkan atau mengkajinya kembali secara kritis dan kreatif meskipun
situasi dan kondisi umat yang akan menjalankannya sudah sangat jauh berbeda
dengan kondisi disaat fiqih itu dirumuskan oleh imam mujtahid.
|
Fiqih
zaman sekarang
|
Dalam satu segi, umat islam menginginkan kembali kehidupannya diatur
oleh hukum Allah. Tetapi dari segi lain, kitab-kitab fiqih yang pada waktu
ini merupakan formulasi resmi dari hukum syara’ belum seluruhnya memenuhi
keinginan umat Islam, oleh karena kondisi sekarang yag sudah jauh berbeda dengan
kondisi ulama’ mujtahud ketika mereka memformulasikan kitab fiqih.[4]
[4]Syarifuddin,
Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 56
Syarifuddin, Amir. 2008. Ushul Fiqih, Jilid 1. Jakarta: Kencana. Hal 38
|
Keadaan
demikian yang mendorong para pemikir muslim untuk menempuh usaha
reaktualisasi hukum yang dapat menghasilkan formulasi fiqih yang baru,
sehingga dapat menuntun kehidupan keagamaan dan keduniaan umat islam, sesuai
dengan persoalan zamannya.
|
Istilah dengan lengkap uraian berikut ini,
lengkap dengan referensibentuk footnote
Uraian
|
Pengertian
|
Contoh
|
Ijtihad
|
Kata ijtihad berasal dari kata “al jahdu” dan “al juhdu” yang berarti “daya upaya”
dan “usaha keras”, adapun definisi Ijtihad menurut istilah mempunyai
dua pengertian: arti luas dan arti sempit, ijtihad dalam arti luas tidak
hanya mencakup pada bidang fiqh saja, akan tetapi juga masuk ke aspek-aspek
kajian islam yang lain, seperti tasawuf dan aqidah.
[1]
[1] Ahmad Aszhar Basyir dkk, ijtihad dalam
sorotan(Bandung: mizan, 1996).108
|
Hasil ijtihad yang telah dikeluarkan oleh MUI:
-
Hukum bisns dengan sistem
MLM
-
Hukum menabung di Bank
konvensoinal
-
Hukum asuransi
-
Hukum memilih pemimpin
dari kaum hawa
|
Fatwa
|
Kata fatwa
dalam bahasa arab disebut ifta yang berarti memberikan penjelasan,
hukum, atau keputusan. Menurut ahli fikih fatwa adalah suatu penjelas tentang
persoalan hukum agama. Menurut Syaifuddin fatwa adalah usaha memberikan
penjelasan tentang hukum syara oleh ahlinya kepada orang yang belum
mengetahuinya.[2]
[2]
Khalid Mazian, Kassim Thukiman, dan Mohd Zubil Bahak (Edit.), Maslahah
Dalam Pandangan Hukum Syarak, (Johor Malaysia:Unversity Teknologi
Malaysia, 2010).
|
Fatwa imam
Syafi’I tentang Hukum shalat idul fithri dan idul Adha
|
0 comments:
Post a Comment