PENELITIAN HADIS
HADIS DOA
SEBELUM MAKAN
A.
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang mengatur segala
aspek kehidupan manusia, mulai dari perkara-perkara yang sederhana dan mendasar
seperti makan, minum hingga perkara-perkara yang rumit dan kompleks. Salah satu
bentuk aturan islam dalam aspek kehidupan adalah dianjurkannya berdoa sebagai
pengiring perbuatan, baik sebelum maupun sesudahnya. Dalam hal ini adalah doa
sebelum makan. Doa sebelum makan ini sering diajarkan pada anak-anak. Sebuah
doa yang terbaik adalah doa yang ma’tsur. Yakni doa yang berasal dari hadis
Rasulullah SAW. Oleh karena itu kami tertarik untuk meneliti hadis doa makan
yang selama ini diajarkan dan diamalkan di lembaga pendidikan, seperti sekolah
dan TPA atau TPQ
B.
HADIS
DOA MAKAN
A’mal al-Yaum wa al-Lailah, Bab Ma Yaqul fi ath-Tha’am Idza Qaruba
Ilaih Juz II, Hal 327, Nomor : 456, Cet Muassasah ar-Risalah,
Beirut edisi Faruq Hammadah.
C.
HADIS
PENDUKUNG
Hadis doa
makan tersebut ditakhrij oleh Ibn Sunnî di dalam A’mal al-Yaum wa al-Lailah, Bab Ma Yaqul fi ath-Tha’am Idza Qaruba
Ilaih Juz II, Hal 327, Nomor : 456, Cet Muassasah ar-Risalah,
Beirut edisi Faruq Hammadah. Dengan lafal sanad dan matannya sebagai berikut:
Hadis ini
juga ditakhrij ole hath-Thabrani di dalam ad-Du’a, bab , Bab al-Qaulu ‘Inda Khudur ath-Tha’am Juz I, Hal 278, Nomor : 888, Cet Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut edisi
Musthafa ‘Abd al-Qadîr Atha . Dengan lafal sanad dan matannya sebagai berikut:
D.
BAGAN
PERAWI
A.
BIODATA
PERAWI
a. Biografi
No
|
Nama lengkap
|
Tahun Lahir-Wafat
|
Guru
|
Murid
|
1.
|
Fadhal bin Sulaiman
(Biodata tidak ditemukan)
|
-
|
-
|
-
|
2.
|
Hisyam bin ‘Ammar bin Nashir bin Maisarah as-Sulami
atau azh-Zhifri ad-Dimasyqi
|
w. 245 H
|
Ibrahim bin Musa al-Makki, Radîh bin ‘Athiyah al-Quraisyi,
Sa’id bin Yahya dan lainnya.
|
Fadhal bin Sulaiman, Abu ‘Ubaid al-Qasim,
|
3.
|
Muhammad bin ‘isa bin al-Qasim bin Sumai’ ad-Dimasyqi Mula
Mu’awiyah al-Quraisyi
|
w. 206
|
Zaid, Waqid, Humaid
ath-Thawil, Ubaidullah bin ‘Umar, Ruh bin al-Qasim, Ibn Abi Dzi’bin dan
lainnya.
|
Hisyam bin ‘Ammar, ‘Abd al-Rahman bin Yahya, al-‘Abbas bin al-Walid
ad-Dimasyqi dan lainnya.
|
4.
|
Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah.
|
-
|
‘Atha’, Nafi’, ‘Amr bin Syu’aib dan lainnya.
|
Muhammad bin ‘Isa bin Sumai’,menurut Ibn Hajar, muridnya ini adalah satu-satunya murid
yang dimiliki rawi ini.
|
5.
|
‘Amr bin Syu’aib bin Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Amr
bin al-‘Ash
|
-
|
Ayahnya yaitu Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Amr, Sa’id bin
al-Musayyab, Thawus, dan lainnya.
|
Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah, Hassa bin ‘Athiyyah, az-Zhuhri, Ibn Juraij dan lainnya.
|
6.
|
Syu’aib bin Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash.
|
-
|
‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, ‘Amr bin al-Ash, Muhammad
bin ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, Ibn ‘Umar, dan lainnya.
|
Tsabit al-Bannani, dua orang putranya yaitu ‘Amr dan ‘Umar, ‘Atha’ al-Khurasani dan lainnya.
|
7.
|
‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bin Wail as-Sahmi al-Qursyi
Abu Muhammad.
|
-
|
Beliau adalah sahabat yang mendengarkan langung hadis dari
Nabi saw, disamping itu juga dari shabat lain seperti Ubay bin Ka’ab bin
Qais, Surâqah bin Malik.
|
Syu’aib bin Muhammad, Abu Zur’ah, Aus bin Aus dan lainnya.
|
b. Kritikus hadis
1.
Fadhal bin Sulaiman
2.
Hisyam bin ‘Ammar
Penilaian kritikus hadis:
b. Al-‘Ijli: tsiqah, shadiq.
c. Abu Hatim: dia shadiq akan
tetapi ketika usianya telah tua hafalannya berubah.
d. Ibn Ma’in: tsiqah.
Para kritikus hadis menilai Hisyam bin ‘Ammar sebagai
seorang perawi yang dapat dipercaya, namun hafalannya memburuk ketika telah
tua.
3. Muhammad bin ‘îsa bin Sumai’
Penilaian para krtikus hadis:
a. Abu Hatim: seorang guru
yang hadisnya boleh ditulis namun tidak dapat dijadikan hujah.
b. Ibn Hajar: shadiq, sering
salah dalam meriwayatkan hadis, seorang mudallis, tertuduh
berfaham al-Qadariyyah.
c. Abu Dawud: laisa bihi
ba’sun. tetapi dicurigai berfaham al-Qadariyyah.
Para
kritikus hadis menilai Muhammad bin ‘îsa bin Sumai’ sebagai perawi yang
hadisnya tidak dapat dijadikan hujah, selain itu dia seorang mudallis. Riwayat
mudallis memakai lafal yang mengindikasikan pendengaran
langsung dapat diterima, namun dia tetap cacat karena dituduh pelaku bid’ah.
4.
Muhammad bin Abî
Zu’aizi’ah.
Penilaian
kritkus hadis:
a.
Abu Hatim:
tidak usah menyibukan diri dengan hadis-hadisnya. Mungkar al-hadîts.
b.
Ibn Hibban:
salah satu Dajjal, dia meriwayatkan hadis-hadis palsu.
c.
Al-Bukhari: munkar
al-hadits jiddan. Hadisnya tidak boleh dituliskan.
Para kritikus
hadis mencela Muhammad bin Abî Zu’aizi’ah sebagai seorang perawi yang tidak
bisa dipercaya, sering memalsukan hadis, bahkan oleh Ibn Hibban disebut
Dajjal yang menunjukan bahwa dia seorang pendusta.
5.
‘Amr bin Syu’aib
Komentar para kritikus hadis:
a.
Yahya bin Sa’id al-Qaththan: jika yang
meriwayatkan darinya adalah seorang yang tsiqah, maka
riwayatnya bisa dipercaya.
b.
Yahya bin Ma’in: tsiqah jiak
ia meriwayatkan dari seorang yang tsiqah
c.
Abu Hatim: tidak kuat (laisa
bi qawiy) akan tetapi hadisnya boleh ditulis.
d.
Abu Zur’ah: dia tsiqah, akan
tetapi para kritikus membicarakannya karena kelemahan pada tulisannya (bi
sabâb kitabin) miliknya.
e.
Al-Bukhari:
kebanyakan ashab kami berhujah dengan hadis yang
diriwayatkannya dari ayahnya dari kakeknya.
Ada cacat para diri Amr bin Syu’aib yang menjadi
perbincangan para kritikus hadis, namun menurut al-Bukhari hadis dari
ayah dari kakeknya dapat
dijadikan hujah, hadis ini adalah dari ayahnya dari kakeknya.
6.
Syu’aib bin Muhammad
bin ‘Abdullah
Penilaian para kritikus hadis :
a.
An-Nawawi: dia tsiqah, dan
sebagain kritikus mengingkari bahwa ia mendengarkan hadis dari kakeknya
pengingkaran mereka itu salah.
b.
Ibn Hibban menganggapnya tsiqah.
c.
Adz-Dzahabi: shadiq.
Syu’aib bin Muhammad bin ‘Abdullah dinilai terpercaya
oleh para krtikus, dan riwayatnya dari kakeknya yaitu sahabat ‘Abdullah bin
‘Amr bin al-‘Ash, diperselisihkan, ulama yang menganggapnya benar adalah an-Nawawi sebagaimana
telah disebutkan.
7.
Abdullah bin ‘Amr bin
al-‘Ash.
Beliau adalah seorang
sahabat yang utama, dia diizinkan oleh Rasulullah saw untuk mencatat semua
perkataan Rasulullah saw baik ketika beliau saw sedang senang maupun ketika
sedang marah.
c. Kesimpulan sanad
-
Sanad tidak mengandung syadz ataupun
illat.
-
Akan tetapi terdapat perawi yang
dianggap sebagai pendusta.
-
Hadis pendukung diatas terdapat
periwayat sahabat yang sama dengan hadis utama, yaitu: Hisyam bin ‘Ammar,
Muhammad bin ‘isa bin Sumai’, Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah, ‘Amr bin Syu’aib, Syu’aib bin Muhammad bin ‘Abdullah,
dan ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
B.
PENELITIAN
MATAN
a. Perbandingan matan
Matan antara hadis utama dan hadis
pendukung tidak terdapat perbedaan.
b. Pembahasan
Sejauh ini tidak menemukan ayat
al-qur’an yang mendukung dengan adanya doa sebelum makan. Yang ada hanya
menjelaskan tentang agar senantiasa memilih makanan yang baik.
Artinya: "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (Q.S.
al-Baqarah: 168).
Akan tetapi ada beberapa hadis tentang membaca
basmalah sebelum makan.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ
أَنْ لَا يُذْكَرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ
Sesungguhnya setan akan ikut menyantap makanan yang tidak diawali
dengan membaca bismillah sebelum makan. (HR.
Muslim dan Ahmad).
Sebab Wurud Hadis: Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
Apabila kami makan satu nampan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, kami tidak berani mengambil makanan, hingga Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang mengawali mengambilnya. Suatu ketika, kami makan satu
nampan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba ada anak
kecil nyeruduk untuk mengambil makanan, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memegang tangannya. Kemudian datang lagi orang badui nyeruduk untuk
mengambil makanan, dan tangannya langsung dipegang oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ
يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ أَنْ لَا يُذْكَرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ جَاءَ
بِهَذِهِ الْجَارِيَةِ لِيَسْتَحِلَّ بِهَا فَأَخَذْتُ بِيَدِهَا، فَجَاءَ بِهَذَا
الْأَعْرَابِيِّ لِيَسْتَحِلَّ بِهِ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، إِنَّ يَدَهُ فِي يَدِي مَعَ يَدِهَا
Sesungguhnya setan akan ikut menyantap makanan yang tidak diawali dengan
membaca bismillah sebelum makan. Setan datang dengan memanfaatkan anak kecil
ini agar bisa ikut menyantap makanan. Lalu akupun memgang tangannya. Kemudian
setan datang lagi dengan memanfaatkan orang badui itu agar bisa ikut menyantap
makanan, lalu aku pegang tangannya. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
sesungguhnya tangan setan itu sedang saya pegang bersamaan saya memegang tangan
kedua orang ini. (HR. Ahmad 23249
dan Muslim 2017)
Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengajarkan anak kecil agar ketika makan, diawali dengan membaca basmalah.
Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata, “Waktu aku masih kecil dan
berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ،
وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ. فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِى بَعْدُ
“Wahai anakku, bacalah “bismilillah”, makanlah dengan tangan kananmu dan
makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” Selanjutnya seperti itul cara makanku
setelah itu. (HR. Bukhari no. 5376 dan
Muslim no. 2022)
c. Kesimpulan matan
-
Matan tidak mengandung syadz ataupun
illat.
C.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan
terhadap hadis doa sebelum makan yang cukup masyhur ini, dapat ditarik
kesimpulan, bahwa:
1.
Hadis
ini dikeluarkan oleh dua ulama dalam kitab tuntunan amal sehari-hari yakni Ibn
Sunni di dalam A’mal al-Yaum wa al-Lailah
dan ath-Thabrani di dalam ad-Du’a. kedua kitab ini bukanlah sumber
hadi yang diakui otoritasnya secara penuh.
2.
Dari
penelitian terhadap sanad keduanya, dapat disimpulkan bahwa kedua jalur riwayat
tersebat melalui seorang rawi yang lemah, bahkan dituduh pendusta yang bernama
Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah. Oleh karena itu meskipn terdapat dua jalur, tetap
tidak dapat “ditolong”, karena keduanya melalui satu rijal yang tidak bias
dipercaya.
3.
Hadis doa sebelum makan ini
termasuk hadis dhaif.
0 comments:
Post a Comment